Aku ingin melarikan diri dari kehidupan ini. Pikiranku sudah tak tenang lagi. Aku terpaksa menanggung segala penderitaan. Penantian itu suatu penyiksaan dan aku kini mengaku kalah. Aku tak dapat bertahan lagi. Kesabaranku sudah menipis. Manakala kekuatan hatiku telah hilang dalam kegelapan masa silamku.
Semua ini terjadi akibat ulah Ronny. Aku tak tahu mengapa hatiku mudah percaya pada lelaki ini. Aku juga tak menyangka aku bisa jatuh cinta padanya sedangkan selama ini Ronny merupakan lelaki teristimewa yang sentiasa bertakhta di hatiku. Apakah ini yang dinamakan takdir? Atau lebih tepat suatu cobaan yang sangat berat bagiku. Aku sudah tak berdaya lagi setelah apa yang terjadi pada diriku. Ia salah satu lelaki pengecut yang begitu takut mengakui kesalahannya sendiri, ia lari dari tanggung jawab. Maka tinggallah aku seorang wanita yang perjalanan hidupnya sentiasa dirundung malang dan awan kelabu.
Jika ingin mengikuti kehendak hati, ingin rasanya aku meninggalkan dunia ini agar hilang semua beban di hati, agar Ronny bisa tertawa puas karena telah terlepas dari belenggu dan beban yang selama ini mengikatnya. Namun sampai mati, aku takkan memaafkan segala perbuatannya itu. Akan kutuntut semuanya di akhirat demi keadilan yang tak dapat ditegakkan di dunia ini. Semasa hidupnya Ronny tak akan tenang, setiap saat nafasnya pasti tak akan tenteram karena penganiayaannya terhadapku.
Tak seorangpun tahu penderitaan batin yang kualami. Aku cukup pandai menyembunyikan perasaanku dengan mencoba tampil ceria dan riang di depan orang banyak seperti tak mempunyai masalah. Namun terkadang batinku tak sanggup menahannya, perlahan-lahan mimik wajahku berubah menjadi murung seketika. Hanya mereka yang sempat menyaksikan perubahan raut wajahku itu yang dapat membaca bahwa jauh di lubuk hatiku tersimpan satu luka, luka yang amat dalam.
Aku tak akan pernah menceritakan semua kemurunganku ini walau didesak dan dirayu. Aku adalah wanita yang cukup pandai menyimpan rahasia sehingga rela membiarkan beban itu memakan hatiku hingga hancur luluh dan terlerai.
Keluargaku tidak mengetahui sama sekali karena aku selalu menutup diri tentang hal pribadiku. Hanya sesekali kuluahkan isi hatiku tapi tidak semuanya. Kadang dalam keterpaksaan aku memberikan isyarat bahwa aku butuh pertolongan dan perhatian namun keluargaku tetap tak dapat membaca isi hatiku. Mungkin mereka juga sibuk dengan masalah masing-masing dan sudah tidak mengerti lagi isyarat halus darah dagingnya sendiri. Aku tidak menyalahkan mereka karena banyak yang mereka tidak tahu tentang diriku. Mereka hanya mengenal sosok pribadiku di rumah saja.
Di luar rumah dan di mana saja, perjalanan hidupku benar-benar pilu dan menyedihkan. Luka demi luka mengiris hidupku sehingga aku merasakan usia mudaku hanya berlumuran darah dan penuh luka. Aku bukan lagi wanita muda yang tampak sehat secara fisik dan bathin tetapi sudah lelah dengan penderitaan. Nafasku sudah sesak dan nyawaku mungkin bisa berakhir kapan dan dimana saja aku berada. Hanya doaku ingin mati dalam keimanan dan bukan karena putus asa.
Setiap malam aku bersama dengan adik perempuanku, kami tidur berdua di kamar yang sama. Tapi apakah ia tahu bahwa malam-malamku banyak dilalui dengan tangisan ?. Mungkin tidurnya nyenyak, lena dibuai mimpi sedangkan aku menderita insomnia setiap malam. Air mataku amat mudah mengalir di malam hari tatkala kesepian menguasai ruang waktu. Dan tangisanku adalah tangisan kekecewaan atas kehidupanku yang tidak menentu. Luka dan dilukai. Belum sempat luka lama sembuh, luka lain datang silih berganti.
Suatu saat ketika keluargaku berkumpul, mereka sibuk membicarakan hal diri masing-masing, mereka bertukar cerita dan bersenda gurau, aku memilih untuk sendiri dan mengasingkan di suatu sudut dan menangis. Tak ada yang mengajakku dan aku tak tahu apa yang hendak dibincangkan karena aku merasa diriku adalah kambing hitam dalam keluarga. Dan jika aku bercerita walau hanya setitik rahasia hidupku, pasti mereka terkejut dan sukar menerimanya. Aku tetap memilih menjadi insan yang penuh rahasia, dan ketika mereka semua tertawa riuh, aku menangis dalam diam.
Apakah keluargaku tahu bahwa aku pernah beberapa kali mencoba untuk menghabiskan nyawaku sendiri? Entah berapa kali racun-racun berbahaya kuteguk karena desakan penderitaan. Kadang kala sengaja kumakan campuran pil-pil laknat dengan harapan aku akan mati karena overdosis. Acapkali juga di malam dingin ketika adik dan ibuku sedang tertidur nyenyak, aku memberanikan diri keluar rumah menantang hitamnya malam dengan harapan ada penjahat yang akan menikamku hingga mati. Namun Tuhan tetap melepaskan aku dari pelukan maut. Aku terharu karena Tuhan masih memberiku peluang untuk hidup di bumiNya. Dan kehidupanku memang sudah digariskan sedemikian rupa untuk hidup penuh dengan penderitaan.
Namun aku tetap benci dengan hidup yang kujalani. Aku mempunyai masa lalu silam yang panjang dan pedih. Aku tak ingin mengenangnya tetapi ingatanku tetap kuat mengingatnya. Aku ingin mengubur dalam semua kenangan pahit hidupku. Aku menjadi lemah karena igauan-igauan masa laluku yang menakutkan. Sejak kecil, aku sudah merasakan beban hidup dan tekanan perasaan. Tapi biarlah itu memang sudah menjadi goresan hidupku. Diari-diari kehidupanku sudah tertulis sejak lahir dan aku harus menerimanya walaupun pahit.
Apakah penderitaan yang yang kutanggung kini merupakan imbas kisah masa laluku ? Mungkinkah disebabkan oleh sumpah para pria yang tidak ingin melihat aku hidup tenteram karena tindakanku yang mencampakkan mereka dahulu. Tapi salahkah aku meninggalkan mereka setelah mereka memusnahkan masa depanku. Dunia yang penuh dengan kegilaan dan aku akan menjadi gila jika terus bersama mereka. Kehidupan yang amat pelik dan ragam. Kata-kata manis mereka tak dapat membeli cintaku.
Atau mungkin karena dendam seorang pria yang bernama Rudi yang membenci semua wanita karenaku? Mungkinkah dia ikut mendoakan kehancuran hidupku karena surat putus yang kukirim untuknya sebanyak delapan lembar? Aku memutuskan hubungan kami karena terpaksa dan karena masa depanku dan masa depannya. Aku tak ingin melihat Rudi hancur bersamaku, aku bukanlah wanita yang layak untuknya, duniaku begitu kelam dan pekat jauh dari harapan dan masa depan yang cerah. Tetapi jelaslah kini masa depanku tidak sebaik masa depannya yang mungkin kini di ambang kejayaan. Aku mengharapkan dia menerima penjelasanku dan memaafkan diriku.
Bagaimana pula dengan nasib pria yang bernama Andre, yang kutinggalkan dengan cerita bahwa aku sudah mempunyai teman lelaki yang sedang belajar di negara Matahari terbit. Semua itu adalah cerita benar dan bukan rekaan tetapi pria itu sudah lama hilang tanpa berita. Hanya doa dan harapanku dia akan pulang menemuiku walau tanpa cinta karena aku sudah bersedia menerima satu luka lagi.
Nyawaku kini mungkin dipanjangkan dengan sisa-sisa nafas cinta seorang lelaki sederhana dan bersahaja terhadapku. Aku sadar cintanya tulus padaku dan aku juga begitu menyayanginya dan dia jualah insan pertama yang kucintai. Mungkin akan kekal buat selama-lamanya aku menyintainya walau dalam kejauhan dan penderitaan. Cuma yang aku kesalkan, keluargaku tidak merestuinya dan karena itu sampai bila pun cinta ini menjadi cinta terlarang. Kuasa cinta nampaknya tewas juga tanpa restu keluarga. Hanya denyutan jantungku masih bernafas karena sisa-sisa cinta itu masih kuat menyala. Hakikatnya aku tetap perlu menerima kenyataan bahwa aku bukanlah wanita kuat dalam melayari kehidupan dan alam percintaan. Kubertekad untuk melarikan diri dari cengkraman kepahitan. Sehingga kini aku berlari……
No comments:
Post a Comment